Pengalaman Kuret (Kuretase)
Duka itu menghampiriku di waktu yang tak terduga. Sama sekali tidak ada rasa sakit, hal aneh ataupun perdarahan. Malam itu aku hanya berniat cek rutin, selain karena rindu aku juga ingin memastikan jika anakku baik-baik saja. Seharusnya usianya sudah memasuki minggu ke-12 (3 bulan).
Dari awal dokter sudah terlihat aneh. Lama sekali beliau mengamati janinku yang hanya diam. Aku bertanya tapi dokter tidak membiarkan interupsi memecah konsentrasinya. Tumben sekali. Biasanya setelah janinku terlihat di layar, dokter akan segera menjelaskan keadaannya.
Benar saja. Berita yang membuat jantungku berdenyut menyakitkan terlontar dari beliau beserta penjelasan jika janinku sudah tidak ada detak jantungnya. Tak bisa dipertahankan lagi. It’s like… are you kidding me? This is a joke right????????? Please tell me this is NOT the truth!
Masih belum percaya, besoknya pagi-pagi sekali aku ke RSIA Buah Hati, Ciputat untuk USG Transvaginal yang katanya hasil lebih akurat dari USG Standar. Dan, hasilnya sama. Baiklah, aku tak ingin menceritakan dukaku. Sempat depresi beberapa hari, tapi karena Tuhan. Aku kembali bangkit.
Singkat cerita, aku melakukan kuret di RSUD Wonogiri. Dengan alasan aku ingin menguburkan anakku di sebelah makam ibuku. Sebelum besok paginya kuret, pukul 10 malam aku minum obat agar terjadi pembukaan pada jalan lahir. Lalu puasa dari pukul 2 malam. Kemudian pukul 5 pagi aku harus kembali minum obat yang sama, itu pun dengan air yang sangat sedikit, tidak boleh terlalu banyak. Dan paginya pukul 9, aku memasuki ruang operasi.
Baca juga: Membangun Keluarga SAMARA untuk Pernikahan Impian
Aku menggigil, ruangan itu sangat dingin dan membuatku sangat tidak nyaman. Dokter anestesi sudah menunggu, mengajak mengobrol beberapa kalimat sambil menyuntikkan cairan lewat selang infus. Hanya butuh waktu beberapa detik, atau entahlah, seingatku hanya membutuhkan waktu sangat singkat cairan yang disuntikkan dokter tadi merenggut kesadaranku.
Ternyata begini rasanya dibius total, saat kesadaran mulai kembali aku tak bisa melihat dengan jelas, semua benda miring, memanjang dan bertumpuk-tumpuk. Ketika itu aku hanya bisa menggerakan tangan dan ujung kakiku. Ketika sadar aku sudah kembali ke kamar rawat dengan suami di sampingku, itu pun wajahnya berbayang tiga.
Tanpa rasa sakit sama sekali, proses kuret berjalan sekitar 15 – 30 menit. Hanya beberapa kali aku merasakan nyeri dan sakit pinggang, tapi tidak begitu berarti. Juga perdarahan selama 3 hari. Setelah itu flek cokelat hingga 1 minggu berlalu. Mengingat akan segera kembali ke Jakarta, aku hanya melakukan kontrol ke dokter satu kali. Dan setelah obat anti nyeri, menghentian perdarahan & antibiotik habis, aku kembali berdarah dan merasakan nyeri lagi.
Sempat panik, karena kebetulan di hari habisnya obat, aku melakukan aktivitas yang agak berat. Bersih-bersih rumah, masak, dan nyuci banyak baju, yah, pekerjaan buibu rumah tangga, hehe. Dokter juga sempat bilang kalau sudah flek cokelat berarti perdarahan akan segera berhenti. Ingat itu jadi tambah panik.
Akhirnya besoknya memutuskan ke dokter untuk USG. Memastikan jika tak ada perdarahan, infeksi, atau hal yang tidak diinginkan lainnya. Dan alhamdulillah hasilnya bagus. Perdarahan dan flek itu terjadi sekitar 2 mingguan, jadi kalau belum melebihi masa itu tak perlu khawatir. Lega!
Sebagai tambahan, mungkin Ibu-ibu di luar sana yang janinnya meninggal di dalam atau dalam bahasa medisnya Missed Abortion. Tidak ingin jika janinnya dikeluarkan melalui kuret, karena kemungkinan besar janin tidak akan utuh lagi. Dan aku sebagai seorang ibu, apapun yang terjadi berusaha agar janinku keluar sendiri. Sebagai seorang ibu, aku tak ingin menyakitinya lagi. Jadi aku seharian berjalan keliling rumah sakit, berlari, sampai joget-joget nggak jelas. Mengabaikan tatapan orang-orang yang mungkin menganggapku aneh. Ini adalah usaha terakhirku sebagai seorang ibu.
Baca juga: Mengintip Wajah Baby R Dengan USG 4D
Tak henti-hentinya berdoa dan kubujuk anakku agar ia mau bekerja sama dan keluar dengan sendirinya. Sebagai seorang ibu, aku ingin anakku keluar secara utuh. Dan alhamdulillah berhasil, doaku terkabul. Awalnya terjadi perdarahan sejak sore, semakin berjalannya waktu perdarahan semakin banyak. Dan tepat pukul 22.30, janinku keluar, panjang 2cm, dengan kaki, tangan dan kepala yang sangat mungil dan putih bercahaya.
Jika ada Ibu yang membaca ini dan di diagnosis sama, aku sarankan untuk mencari opini dokter lain dulu sebelum memutuskan kuret. Karena bisa saja diagnosis dokter pertama salah atau alat USG yang digunakan mengalami kerusakan.
Bukan ingin mendapat simpati apalagi rasa kasihan. Aku hanya ingin berbagi untuk ibu-ibu yang akan melakukan kuret. Tak perlu takut akan rasa sakit. Karena memang tidak sakit. Kehilangan darah daging memang berat, tapi Tuhan tau yang terbaik. Dan yakinlah, Tuhan akan memberikan titipanNya yang berharga pada waktu yang tepat. Saat kita mampu merawatnya dan saat kita lebih siap.
Terima kasih Tuhan, walau sebentar, aku sangat bahagia. Dan aku sangat mecintainya walau dia belum terlahir ke dunia.
Posting Komentar untuk "Pengalaman Kuret (Kuretase)"
Posting Komentar