Pengalaman Membersamai Anak Ketika Terdiagnosa TB Paru
Hai pembaca ingoldlife.com? Apa kabar?
Kali ini aku mau cerita, bagaimana anakku Rhe bisa positif TB Paru. Perjalanan yang sangat panjang, melelahkan, tapi harus tetap dilewati dengan baik.
Oke, aku mau cerita dari awal dulu ya. Rhe itu dari bayi jarang sekali batuk. Sampai usianya 3 tahun hampir 4 tahun waktu itu Rhe cuma batuk 2 kali. Saat usianya 9bulan batuk 3 hari, dan waktu terdiagnosa TB Paru sekarang ini. Jarang sekali kan? Bisa dibilang sebelum terkena TB Paru Rhe batuk cuma sekali aja pas usia 9 bulan itu.
Kemudian batuk yang kedua, dia kalau batuk sampai muntah, wajah berubah merah, dan batuknya itu pasti setiap malam, sampai setiap hari aku ganti seprei karena terkena muntahan terus. Sampai akhirnya aku taruh wadah kecil di kamar untuk Rhe ketika muntah.
Sudah aku bawa ke beberapa dokter anak, ke puskesmas juga, tapi sembuh cuma 1-2 minggu. Setelah itu batuk lagi. Dan begitu terus berulang selama 2-3 bulan.
Aku sama suami sudah curiga kalau ada yang nggak beres nih. Soalnya kok batuk terus, padahal sudah ke dokter, anaknya juga nggak jajan aneh-aneh. Jadi kami memutuskan untuk rontgen mandiri ke rumah sakit, karena minta rujukan ke puskesmas nggak dikasih, yaudah kami biaya sendiri ke RSUD Wonogiri.
Alhamdulillah, di sana ditangani oleh dr Khairunissa Wardani sp.A, beliau sangat tanggap dengan keluhan pasien, memeriksa dengan teliti, dan memberi pertanyaan kepada orangtua untuk menegakkan diagnosa.
Kemudian tanpa aku minta, dr Nisa sudah menganjurkan untuk rontgen. Masyaallah tabarakallah. Dan yang bikin aku takjub lagi, beliau menanyakan kenapa nggak pakai BPJS? Kemudian aku jawab apa adanya. Dan beliau membuatkan surat pengantar ke puskesmas agar diberikan rujukan agar bisa memakai BPJS untuk kontrol selanjutnya.
Jadi hari itu kami rontgen, tapi bisa dibaca pada kontrol selanjutnya.
Hasil Rontgen dan Tes Mantoux
Ketika melihat hasil rontgen Rhe, rasanya kaget. Karena memang ada kemungkinan positif TB Paru. Pulang dari rumah sakit aku ngajak Rhe jalan ke Playground biar dia seneng. Tapi saat menemani dia main, rasanya air mata netes sendiri. Meski udah sekuat tenaga aku tahan tapi tetap saja membayangkan kemungkinan terburuk yaitu Rhe positif TB Paru rasanya nggak kuat.
Hingga aku cerita pada salah satu teman yang juga merupakan tenaga medis. Kemudian temanku itu menyarankan minta Tes Mantoux untuk menegakkan diagnosa. Jadi nggak hanya dari hasil rontgen saja.
Singkat cerita pada kontrol berikutnya, ketika dr. Nisa melihat hasil rontgen beliau berkata, "Ibu ini hasil rontgen adek, flek di paru-parunya tebal sekali. Langsung kita lakukan Tes Mantoux ya biar lebih pasti. Walau dari hasil rontgen saja ini sudah pasti, tapi kita harus memastikan lagi."
Lagi-lagi sebelum aku minta, dr. Nisa sudah menyarankan tindakan yang akan aku minta. Iya, beliau sedetail itu, meski sudah jelas dari hasil rontgen tetapi beliau tetap menyarankan Tes Mantoux.
Buat kamu yang belum tau apa itu Tes Mantoux, adalah sebuah skrining yang dilakukan untuk mendeteksi bakteri penyebab TB (Tuberkolosis) di dalam tubuh. Dengan cara menyuntikkan cairan di bawah kulit, kemudian perawat akan memberi tanda lingkaran di tempat cairan tersebut disuntikkan. Lalu dalam waktu 24-72 jam dokter akan memeriksa kembali, apakah terdapat reaksi berupa benjolan pada kulit tersebut.
Jika benjolan yang muncul lebih dari 10mm, maka pasien akan dinyatakan positif TB. Dan Rhe waktu itu hasilnya positif karena bentolnya lebih dari 10mm.
Pengobatan dengan OAT Anak
Setelah terdiagnosa positif TB, Rhe harus minum obat OAT (Obat Anti Tuberkolosis) selama 6 bulan penuh, setiap hari, di jam yang sama, nggak boleh terlewat sekali pun. Karena jika terlewat akan mengulang dari awal. Aku sampai pasang alarm setiap hari agar tidak lupa.
Membayangkan Rhe harus minum obat setiap hari tentu aja bikin aku sedih dan nangis berhari-hari. Apalagi obat tersebut adalah golongan antibiotik. Bayangkan minum antibiotik selama 6 bulan penuh. Dan termasuk golongan obat keras. Ya Allah....
Jika bisa, rasanya aku ingin sekali menggantikan posisi Rhe, biar aku saja yang sakit, dan biar aku saja yang setiap hari minum obat. Tapi, tentu saja hal itu nggak mungkin.
Alhamdulillah, suami juga selalu menguatkan. Selalu support, dia bilang, "kamu jangan nyari-nyari di internet lagi bikin parno, bikin kamu kepikiran dan mikir yang nggak-nggak. Sekarang kita percaya aja sama dokter. Fokus dengan kesembuhan Rhe. Aku udah nyari tau, ternyata Indonesia ini ada banyak banget anak-anak yang terkena TB Paru, dan mereka survive, mereka nggak papa. Jadi yakin, Rhe pasti bisa melewati ini semua dengan baik. Apalagi Rhe adalah anak yang kuat. Makannya banyak, minum air putih banyak, yang kuat untuk Rhe, ya."
Tentu aja aku langsung pecah tangisku, huhu
Kami LDR, dia di Jakarta dan aku di Wonogiri. Tapi soal membersamai kami jangan ditanya. Terima kasih ya, Mas. Semoga kamu di sana juga sehat selalu. Aku di sini juga akan selalu kuat untuk jagain Rhe dan membersamainya melewati ini semua.
Jadi, Rhe setiap pagi setelah bangun tidur akan minum 3 butir OAT. Alhamdulillah banget, Rhe itu tipe anak yang super gampang minum obat. Jadi nggak ada drama dan dia malah seneng.
Cara minuminnnya juga gampang banget, 3 butir OAT dikasih air 2 sendok makan, nanti obatnya akan larut sendiri. 2 bulan pertama dikasih OAT Intensive berwarna merah, kemudian bulan selanjutnya dikasih OAT lanjutan yang berwarna kuning.
6 Bulan Kemudian
Setelah rutin minum obat selama 6 bulan full, tanpa bolong. Akhirnya tiba saatnya untuk rontgen ulang. Untuk melihat hasil dari pengobatannya. Di sini aku berdoa, agar kondisi paru Rhe membaik dan pengobatan cukup 6 bulan saja.
Kami sengaja daftar online dulu dan datang pagi-pagi agar bisa rontgen pagi dan hasilnya langsung dibacakan oleh dokter. Nggak perlu cemas lagi nunggu hasilnya berhari-hari.
Ternyata Tuhan ingin kami untuk berusaha dan ikhtiar lebih. Alhamdulillah, hasilnya sangat membaik. Dokter membandingkan hasil rontgen pertama dan kedua sangat berbeda sakali. Rontgen pertama flek sangat tebal, dan yang kedua sudah menipis tapi masih ada.
Jadi pengobatan dilanjutkan 3 bulan lagi agar tuntas. Nggak papa, kami sudah melewati 6 bulan dengan baik, 3 bulan lagi pasti kami jalani dengan baik juga. Bismillah....
1 komentar untuk "Pengalaman Membersamai Anak Ketika Terdiagnosa TB Paru"