[Book Review] Corat-coret di Toilet Karya Eka Kurniawan

Corat-Coret di Toilet adalah buku kedua karya Eka Kurniawan yang aku baca. Sebelumnya aku sudah membaca Cantik itu Luka yang membuatku jatuh cinta. Jadi aku penasaran dengan karya Eka yang lain.

Sebenarnya bisa baca ini karena ikutan challenge Lenong Buku bareng Kubbu (Klub Blogger dan Buku), dengan tema bulan ini Your Favorite Author.

Sebagai penyuka genre metropop, membaca tulisan Eka ini terbilang berat buatku, karena isu yang diangkat bukan isu yang remeh, mengandung sejarah Indonesia, ada lucu, dan satire juga. Tapi Eka adalah salah satu penulis favoritku berkat Cantik Itu Luka yang epic, selain itu, juga karena karyanya yang keren-keren dengan reputasi di dunia kepenulisan yang gemilang banget.

Dan ini adalah buku kumpulan cerpen pertama yang berhasil aku baca sampai habis. Karena memang aku kurang suka juga baca cerpen, lebih suka baca novel yang bikin termehek-mehek, haha

Hidupku udah ruwet nih tiap harinya, jadi memang aku membaca yang ringan aja untuk hiburan, biar hidupku nggak makin suram. Wkwk

Blurb Corat-Coret di Toilet

“Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.”

“Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya mengangkat hal kecil yang remeh temeh menjadi problem kemanusiaan.”
Maman S. Mahayana, Media Indonesia

“I decide to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka’s best-known short stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere of student life in Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being extinguished by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also mirrors beautifully the bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors of the debased culter of the New-Order era, and anarchists avan la lettre. Finnaly, it shows Eka’s gift for starling imagery, sharp and unex-pected changes of tone, and his ‘extra-dry’ sympathy for the fellow-members of his late-Suharto generation.”
Benedict R. O’G. Anderson, Indonesia

Baca juga: [Book Review] Tentang Kamu Karya Tere Liye

Review Corat-Coret di Toilet

resensi corat coret di toilet

Di dalam buku ini ada 12 cerita pendek, dan yang bikin aku amaze semua ceritanya ini ditulis dengan cara yang menyenangkan.Tapi tetap unsur satire-nya terasa sekali, dari hal-hal sederhana ada pesan mendalam yang ingin penulis sampaikan.

Berikut judul Cerpen dalam buku tersebut Peter Pan, Dongeng Sebelum Bercinta, Corat-Coret di Toilet, Teman Kencan, Rayuan Dusta untuk Marietje, Hikayat Si Orang Gila, Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam, Siapa Kirim Aku Bunga?, Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti, Kisah dari Seorang Kawan, Dewi Amor, serta Kandang Babi.

Tapi dalam tulisan ini, aku hanya akan membahas 3 judul cerpen yang aku sukai.

Cerpen Peter Pan

Pada cerpen pertama saja yang berjudul Peter Pan sudah membuatku tertegun, padahal baru baca sampai halaman dua. Berkisah tentang seorang pencuri buku yang sebenarnya sangat menghargai dan menjujung tinggi makna buku itu sendiri.

Dalam pengakuannya, ia mencuri buku dari perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di seluruh pelosok kota, dari toko-toko buku maupun dari toko loakan. Ia berkata bahwa mencuri buku merupakan tindakan terkutuk, dan ia melakukan dengan harapan bisa ditangkap sehingga ia akan tahu bahwa pemerintah mencintai buku dan benci para pencuri buku. Tapi dasar ia memang malang, ia tak juga ditangkap meskipun sudah ribuan buku ia curi.

Dari cuplikan di atas, apa yang kamu pikirkan?

Indonesia terkenal dengan minat bacanya yang rendah, dan diperparah dengan pemerintah yang nggak memprioritaskan hal ini. Padahal dengan meningkatkan minat baca masyarakat, akan berdampak baik untuk kemajuan negara.

Mereka juga bernyanyi-nyanyi dan diakhiri dengan pembacaan tuntutan yang revolusioner: berikan perlakuan yang lebih manusiawi terhadap buku-buku tersebut. Demonstrasi berakhir tak populer, tanpa liputan surat kabar dan hanya mendapat cibiran mahasiswa lain.

Sebagai orang yang hobi baca, aku sangat tersentil dengan cerpen pertama ini. Sungguh realita yang menyedihkan.

Corat-Coret di Toilet

Cerpen kedua yang aku suka adalah cerpen yang dijadikan judul buku ini yaitu Corat-Coret di Toilet. Tokoh utama dalam cerita ini bukan manusia, melainkan dinging toilet kampus yang baru saja di cat karena penuh dengan coretan.

Setelah membuang hajat mahasiswa ini sangat jahil dengan mencorat dinding dengan apa saja yang mereka miliki, mulai dari pulpen, spidol, hingga lipstik. Mereka saling menyampaikan hal-hal yang terlintas di kepala dan berujung berbalas pesan, padahal nggak saling kenal, dan nggak tau juga siapa yang menulis.

Ini adalah kata pertama yang memancing semua orang untuk membalas coretan yang tak berkesudahan.

“Reformasi gagal total, Kawan! Mari tuntaskan revolusi demokratik!”

Eka Kurniawan memang keren, menjadikan dinding toilet inspirasinya, seperti kita tahu, ketika tahun 2000an, mencoret dinding toilet merupakan hal yang lumrah. Siapa saja bisa menyampaikan aspirasinya, mungkin karena memang mereka bingung mau menyampaikan unek-unek mereka di mana, nggak seperti sekarang yang semua orang bisa berbicara di sosial media.

Lalu cerpen ini juga ditutuo dengan kalimat yang sangat menohok, berawal dari coretan seorang mahasiswa alim yang merasa kesal dengan semua coretan yang menurutnya mengotori dinding toilet.

”Kawan-kawan, tolong jangan corat-coret di dinding toilet. Jagalah kebersihan. Toilet bukan tempat menampung unek-unek. Salurkan saja aspirasi Anda ke bapak-bapak anggota dewan.”

Kemudian tulisan tersebut ditanggapi oleh banyak mahasiswa lainnya, tapi tanggapan yang paling banyak mendapatkan balasan lagi dari mahasiswa lain yaitu:

Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.

Tertangkapnya si Bandit Kecil Pencuri Roti

Cerita ketiga yang aku suka adalah Tertangkapnya si Bandit Pencuri Roti, ceritanya sederhana yaitu seorang anak yang berusaha bertahan hidup karena hidup sebatang kara. Anak tersebut hidup di hutan, bersembunyi dari orang-orang. Semakin lama kota semakin maju, hingga berdatangan orang-orang untuk berjualan. Anak tersebut pun ketika lapar akan datang ke kota untuk mencuri roti para pedagang roti.

Padahal roti yang dicuri juga tak banyak dibandingkan keuntungan yang didapat para pedagang. Karena memang anak tersebut hanya mencuri secukupnya untuk ia makan. Tapi para pedagang ini kebakaran jenggot, seakan roti-roti yang dicuri itu memiliki nilai yang besar. Kemudian mereka memaksa polisi untuk menangkap bandit kecil itu.

”Jika tidak,” kata para pemilik toko, ”Kami akan melaporkannya ke atas, atau mengumumkannya di koran. Kalian bisa dipecat karena itu.”

Terhadap ancaman seperti itu, bapak-bapak polisi mencoba menenangkan mereka. ”Pikirkanlah,” kata salah satu polisi itu. ”Kalian datang ke kota kami, membuka toko dan memperoleh uang banyak. Tak ada artinya dengan roti yang dicuri bocah itu setiap hari.”

Tapi salah satu pemilik toko itu beranjak ke pesawat telepon dan berkata bahwa ia akan melaporkan ke atas bahwa para polisi di kota kami tak ada yang mau menangkap seorang bocah yang jelas-jelas mencuri di toko mereka.

”Baiklah,” kata pak polisi akhirnya. ”Kami akan menangkapnya.”

Kejadian serupa juga terjadi saat ini, pencuri kayu barkar dipenjarakan sedangkan para koruptor bisa melenggang dengan bebas, sungguh Eka Kurniawan memang seorang genius.

Di akhir cerita aku juga dibuat tergugu, mungkin karena aku seorang ibu, jadi mudah merasa iba jika menyangkut cerita anak kecil.

Baca juga: [Book Review] Di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Quotes di Corat-Coret di Toilet

Selain beberapa quotes dari cerita favoritku di atas, masih banyak quotes menarik dari buku ini.

Tuan Puteri berkata kepadanya, di mana-mana rakyat begitu miskin sementara para pejabat hidup mewah. Negara sudah di ambang bangkrut karena utang luar negeri dan sang diktator sudah terlalu lama berkuasa, menutup kesempatan kerja bagi orang yang memiliki bakat menjadi presiden. Menurut Tuan Puteri, itu semua alasan yang cukup untuk mengumumkan perang gerilya, tetapi laki-laki itu keberatan. Katanya, alasan seperti itu sudah terlalu banyak diketahui orang, tapi nyatanya tak seorang pun menyatakan perang karena itu.

“Lebih baik kita perang karena alasan yang lebih logis,” katanya. “Yakni karena pemerintah tak menangkapku, si pencuri buku perpustakaan.” – Peter Pan

Semua orang tahu jatuh cinta seringkali membuat orang menderita. Cinta membuat orang begitu tolol, dungu dan bodoh. Tapi kadang cinta membuat seseorang juga menjadi pemberani. – Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam

Informasi buku

Judul buku: Corat-Coret di Toilet
Penulis: Eka Kurniawan
Desain sampul: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0386-4
Cetakan pertama, April 2014
132 halaman
Baca di iPusnas

Penutup

Aku cukup puas dan senang baca buku ini, pesan yang ingin penulis sampaikan juga dapet banget. Untuk ukuran buku karya Eka Kurniawan kumpulan cerpen ini termasuk ringan, jadi buat kamu yang baru akan membaca tulisan beliau, bisa banget dimulai dengan membaca Corat-coret di Toilet.

Oh iya, sebagai catatan bukan berarti cerpen lain di luar ketiga cerpen yang aku sukai itu jelek ya. Semua bagus kok, cuma ketiga cerpen tersebut yang relate aja sama aku, jadi lebih greget rasanya pas baca.

Sampai jumpa di review buku selanjutnya!

Salam,
Ning!

Posting Komentar untuk "[Book Review] Corat-coret di Toilet Karya Eka Kurniawan"